Kamis, 02 April 2015

PRE-EKLAMSI RINGAN DAN BERAT

 Kasus Pre-eklamsi Ringan dan Berat
Materi kuliah Asuhan kebidanan kehamilan


PRE-EKLAMSI KEHAMILAN

  1. Definisi pre eklamsi

1.1 Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).

1.2 Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa. (Rukiyah, 2010).


1.3 Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)

1.4 Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009)


1.5 Pre eklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin. (Boyle M, 2007)

  1. Etiologi

Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga “disease of theory” (Rukiyah, 2010).

Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan hal – hal berikut :
(1)     sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa
(2)     sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan
(3)     sebab dapat terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
(4)       sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. (Hanifa W, 2006).

Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.

Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah:

1)      Peran prostasiklin dan trombiksan

Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel (Rukiyah, 2010).

2)      Peran faktor imunologis

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria (Rukiyah, 2010).

3)      Faktor genetik

Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain :
(1)  preeklamsia hanya terjadi pada manusia;
(2)  terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E;
(3)  kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka;
(4)   peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) (Rukiyah, 2010).

Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.






3.      Klasifikasi

1)      Pre-eklamsia ringan

Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :

a)      Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b)      Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
c)      Proteinuria secara kuantitatif  lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2.
d)     Tidak disertai gangguan fungsi organ

2)      Pre-eklamsia berat

Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat :

a)      Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau lebih.
b)      Proteinuria > 3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau positif 4
c)      Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai dengan :
d)      Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
e)      Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
f)       Terdapat edema paru dan sianosis.
g)      Gangguan perkembangan intra uterin
h)     Trombosit < 100.000/mm3

4.      Gejala pre eklamsia

Biasanya gejala pre eklmsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia ringan tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun menurut rukiyah (2010) mengatakan :

1)      Pre eklamsia Ringan

a)      Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih
b)      Kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c)      Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2
d)      Edema pada pretebia, dinding abdomen, lumbosakral, dan wajah
2)      Pre eklamsia Berat

a)      Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b)      Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c)      Peningkatan kadar enzim hati/ikterus
d)      Trombosit < 100.000/mm3
e)      Oligouria < 400 ml/24 jam
f)       Protein urin > 3 gr/liter
g)      Nyeri epigastrium
h)     Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
i)       Perdarahan retina
j)        Edema pulmonum

5.      Perubahan Pada Organ-Organ

Menurut Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :

1)      Perubahan anatomi patologik

a.Plasenta

Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriopathi.

b.Ginjal

Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan kecil. Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa:

a.    kelainan glomerulus;
b.    hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus;
c.    kelainan pada tubulus-tubulus henle;
d.    spasme pembuluh darah ke glomerulus.

Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut:
a)    sel-sel diantara kapiler bertambah;
b)    tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial;
c)      sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi.

Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.

c.Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas perubahan hati.

d.Otak
Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.

e.         Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini prognosisnya baik karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.

f.Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.

g.Jantung
Pada sebagian besar  penderita yang mati karena eklamsi jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan (1958) menggambarkan pendarahan subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.

h.Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.

6.      Faktor resiko pre eklamsia

Menurut Chapman Vicky (2006), factor resiko pre eklamsia :
1)    Pre eklamsia 10 kali lebih sering terjadi pada primigravida
2)    Kehamialn ganda memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat
3)    Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.
4)    Riwayat hipertensi
5)    Diabetes
6)    Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko kekambuhan)

Menurut Bobak (2004), factor resiko pre eklamsia :
1)    Primi gravid, multi para (Mitayani, 2009)
2)    Usia < 20 atau > 35 tahun
3)    Obesitas
4)    Diabetes militus
5)    Hipertensi sebelumnya
6)    Kehamilan mola
7)    Kehamilan ganda
8)    Polihidramnion
9)    Pre eklamsia pada kehamilan sebelumnya


7.    Penanganan

 Penanganan Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :

1.Pre Eklamsia Ringan

a)    Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b)    Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.

Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.


Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
a)    Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
b)    Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tanggal taksiran persalinan
c)    Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II.

2.Pre eklamsia Berat

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
 1). Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal;
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

1)    Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi (USG) dengan indikasi salah satu atau lebih yakni :
a)    Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda – tanda impending eklamsia, kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan tekanan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala – gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b)    Janin: Hasil fetal assasemen jelek (NST dan USG) adanya tanda IUGR
c)    Hasil laboratorium: Adanya HELLP syndrome

2)    Pengobatan medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi dokter yaitu segera masuk RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc berikan antasida : diet cukup protein, rendah karbohidrat lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4 diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

3)    Antihapertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg (diastol lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan menurunkan perfusi plasenta dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

4)    Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya diberikan obat–obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu) catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres disesuaikan dengan tekanan darah.
5)    Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat di berikan tablet anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.

6)    Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah jantung diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

7)    Lain – lain : Konsul penyakit dalam/jantung, mata, obat – obat anti piretik diberikan bila suhu rectal 38,5ÂșC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM, antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/ IV/hari, anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus dapat diberikan petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
8.      Penatalaksanaan
Menurut Winkjasastro Hanif (2006), Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre eklamsia dan faktor – faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui, tujuan penanganan ialah :

1)    Mencegah terjadinya pre eklamsia berat dan eklamsia
2)    Melahirkan janin hidup
3)    Melahirkan janin dengan trauma sekecil – kecilnya

Menurut Cuningham (2005), Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah :

1)    Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2)    Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3)    Pemulihan sempurna kesehatan ibu

Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi persalinan. Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama kehamilan dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin
9.      Pencegahan

Pada umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia adalah :
1.      Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2.      Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya segera bila ditemukan
3.    Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah, 2010)


DAFTAR PUSTAKA


  1. Adsence. 2012. http://www.jurnalskripsi.net/hubungan-paritas-dan-usia-ibu-dengan-kejadian-pre-eklampsia-berat-peb/2012/4873/ (Diakses tanggal 06 April 2012 )
  2. Angsar, 2008 http://www.google.com (Diakses tanggal 06 April 2012)
  3. Arikunto, Suharsini.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Rineka Cipta
  4. Bobak, Lowdermik, jansen. 2004. Buku Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
  5. Boyle, Maureen. 2007. Buku Saku Bidan Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC
  6. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/06/pre-eklamsi-kehamilan.html






















PRE-EKLAMSI RINGAN DAN BERAT

0

 Kasus Pre-eklamsi Ringan dan Berat
Materi kuliah Asuhan kebidanan kehamilan


PRE-EKLAMSI KEHAMILAN

  1. Definisi pre eklamsi

1.1 Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).

1.2 Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa. (Rukiyah, 2010).


1.3 Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)

1.4 Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009)


1.5 Pre eklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin. (Boyle M, 2007)

  1. Etiologi

Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga “disease of theory” (Rukiyah, 2010).

Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan hal – hal berikut :
(1)     sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa
(2)     sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan
(3)     sebab dapat terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
(4)       sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. (Hanifa W, 2006).

Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.

Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah:

1)      Peran prostasiklin dan trombiksan

Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel (Rukiyah, 2010).

2)      Peran faktor imunologis

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria (Rukiyah, 2010).

3)      Faktor genetik

Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain :
(1)  preeklamsia hanya terjadi pada manusia;
(2)  terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E;
(3)  kescenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka;
(4)   peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) (Rukiyah, 2010).

Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.






3.      Klasifikasi

1)      Pre-eklamsia ringan

Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :

a)      Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b)      Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
c)      Proteinuria secara kuantitatif  lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2.
d)     Tidak disertai gangguan fungsi organ

2)      Pre-eklamsia berat

Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat :

a)      Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau lebih.
b)      Proteinuria > 3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau positif 4
c)      Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai dengan :
d)      Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
e)      Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
f)       Terdapat edema paru dan sianosis.
g)      Gangguan perkembangan intra uterin
h)     Trombosit < 100.000/mm3

4.      Gejala pre eklamsia

Biasanya gejala pre eklmsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia ringan tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun menurut rukiyah (2010) mengatakan :

1)      Pre eklamsia Ringan

a)      Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih
b)      Kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c)      Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2
d)      Edema pada pretebia, dinding abdomen, lumbosakral, dan wajah
2)      Pre eklamsia Berat

a)      Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b)      Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c)      Peningkatan kadar enzim hati/ikterus
d)      Trombosit < 100.000/mm3
e)      Oligouria < 400 ml/24 jam
f)       Protein urin > 3 gr/liter
g)      Nyeri epigastrium
h)     Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
i)       Perdarahan retina
j)        Edema pulmonum

5.      Perubahan Pada Organ-Organ

Menurut Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :

1)      Perubahan anatomi patologik

a.Plasenta

Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriopathi.

b.Ginjal

Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan kecil. Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa:

a.    kelainan glomerulus;
b.    hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus;
c.    kelainan pada tubulus-tubulus henle;
d.    spasme pembuluh darah ke glomerulus.

Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut:
a)    sel-sel diantara kapiler bertambah;
b)    tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial;
c)      sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi.

Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.

c.Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas perubahan hati.

d.Otak
Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.

e.         Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini prognosisnya baik karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.

f.Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.

g.Jantung
Pada sebagian besar  penderita yang mati karena eklamsi jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan (1958) menggambarkan pendarahan subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.

h.Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.

6.      Faktor resiko pre eklamsia

Menurut Chapman Vicky (2006), factor resiko pre eklamsia :
1)    Pre eklamsia 10 kali lebih sering terjadi pada primigravida
2)    Kehamialn ganda memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat
3)    Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.
4)    Riwayat hipertensi
5)    Diabetes
6)    Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko kekambuhan)

Menurut Bobak (2004), factor resiko pre eklamsia :
1)    Primi gravid, multi para (Mitayani, 2009)
2)    Usia < 20 atau > 35 tahun
3)    Obesitas
4)    Diabetes militus
5)    Hipertensi sebelumnya
6)    Kehamilan mola
7)    Kehamilan ganda
8)    Polihidramnion
9)    Pre eklamsia pada kehamilan sebelumnya


7.    Penanganan

 Penanganan Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :

1.Pre Eklamsia Ringan

a)    Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b)    Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.

Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.


Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
a)    Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
b)    Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tanggal taksiran persalinan
c)    Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II.

2.Pre eklamsia Berat

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
 1). Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal;
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

1)    Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi (USG) dengan indikasi salah satu atau lebih yakni :
a)    Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda – tanda impending eklamsia, kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan tekanan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala – gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b)    Janin: Hasil fetal assasemen jelek (NST dan USG) adanya tanda IUGR
c)    Hasil laboratorium: Adanya HELLP syndrome

2)    Pengobatan medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi dokter yaitu segera masuk RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc berikan antasida : diet cukup protein, rendah karbohidrat lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4 diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

3)    Antihapertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg (diastol lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan menurunkan perfusi plasenta dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

4)    Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya diberikan obat–obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu) catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres disesuaikan dengan tekanan darah.
5)    Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat di berikan tablet anti hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral.

6)    Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah jantung diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

7)    Lain – lain : Konsul penyakit dalam/jantung, mata, obat – obat anti piretik diberikan bila suhu rectal 38,5ÂșC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM, antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/ IV/hari, anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus dapat diberikan petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
8.      Penatalaksanaan
Menurut Winkjasastro Hanif (2006), Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre eklamsia dan faktor – faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui, tujuan penanganan ialah :

1)    Mencegah terjadinya pre eklamsia berat dan eklamsia
2)    Melahirkan janin hidup
3)    Melahirkan janin dengan trauma sekecil – kecilnya

Menurut Cuningham (2005), Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah :

1)    Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2)    Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3)    Pemulihan sempurna kesehatan ibu

Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi persalinan. Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama kehamilan dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin
9.      Pencegahan

Pada umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia adalah :
1.      Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2.      Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya segera bila ditemukan
3.    Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah, 2010)


DAFTAR PUSTAKA


  1. Adsence. 2012. http://www.jurnalskripsi.net/hubungan-paritas-dan-usia-ibu-dengan-kejadian-pre-eklampsia-berat-peb/2012/4873/ (Diakses tanggal 06 April 2012 )
  2. Angsar, 2008 http://www.google.com (Diakses tanggal 06 April 2012)
  3. Arikunto, Suharsini.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Rineka Cipta
  4. Bobak, Lowdermik, jansen. 2004. Buku Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
  5. Boyle, Maureen. 2007. Buku Saku Bidan Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC
  6. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/06/pre-eklamsi-kehamilan.html






















I love Purple

Terimakasih Anda Penyimak Yang baik Ke

Diberdayakan oleh Blogger.

Post Popular