Kasus Pre-eklamsi Ringan dan Berat
Materi kuliah Asuhan kebidanan kehamilan
PRE-EKLAMSI KEHAMILAN
- Definisi pre eklamsi
1.1
Pre eklamsia
adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau
kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau
kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang
luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).
1.2
Preeklamsi
adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga
pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa.
(Rukiyah, 2010).
1.3
Preeklampsia
merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah
minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak
, 2004)
1.4
Pre eklamsia
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau edema setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul
sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009)
1.5 Pre eklamsia dapat dideskripsikan
sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi
mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan
ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin. (Boyle M, 2007)
- Etiologi
Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui
dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah
sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan
kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga “disease of theory” (Rukiyah,
2010).
Teori yang
dapat diterima haruslah dapat menerangkan hal – hal berikut :
(1) sebab bertambahnya frekuensi pada
primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa
(2) sebab bertambahnya frekuensi dengan
makin tuanya kehamilan
(3) sebab dapat terjadinya perbaiakan
keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
(4) sebab jarangnya terjadi eklamsia
pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma. (Hanifa W, 2006).
Dari hal-hal
tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak
faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun
teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah:
1) Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada
preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi
penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant trombin dan
plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel (Rukiyah, 2010).
2) Peran faktor imunologis
Preeklamsia
sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek
imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem
komplemen pada PE-E diikuti proteinuria (Rukiyah, 2010).
3) Faktor genetik
Beberapa
bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain :
(1) preeklamsia hanya terjadi pada
manusia;
(2) terdapatnya kecenderungan
meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E;
(3) kescenderungan meningkatnya
frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada
ipar mereka;
(4) peran renin-angiotensin-aldosteron
sistem (RAAS) (Rukiyah, 2010).
Yang jelas
preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping
infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko,
terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau
lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
3.
Klasifikasi
1)
Pre-eklamsia ringan
Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan
atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :
a) Kenaikan tekanan darah sistol 30
mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil
pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160
mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b) Edema pada pretibia, dinding
abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
c) Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2.
d) Tidak disertai gangguan fungsi organ
2)
Pre-eklamsia berat
Adalah suatu
komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg
atu lebih disertai protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih (Rukiyah, 2010).
Gejala dan
tanda pre eklamsia berat :
a) Tekanan darah sistolik >160 dan
diastolik >110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria > 3gr/liter/24 jam
atau positif 3 atau positif 4
c) Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai
dengan :
d) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang
dari 500 cc per 24 jam.
e) Adanya gangguan serebral, gangguan
visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
f) Terdapat edema paru dan sianosis.
g) Gangguan perkembangan intra uterin
h) Trombosit < 100.000/mm3
4.
Gejala pre eklamsia
Biasanya gejala pre eklmsia timbul dalam urutan :
pertambahan berat badan yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya
protein urin. Pada pre eklamsia ringan tidak di temui gejala – gejala
subyektif, namun menurut rukiyah (2010) mengatakan :
1)
Pre eklamsia Ringan
a) Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg
atau lebih
b) Kenaikan tekanan diastole15 mmHg
atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c) Protein urin secara kuantitatif
lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2
d) Edema pada pretebia, dinding
abdomen, lumbosakral, dan wajah
2)
Pre eklamsia Berat
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
b) Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
c) Peningkatan kadar enzim hati/ikterus
d) Trombosit < 100.000/mm3
e) Oligouria < 400 ml/24 jam
f) Protein urin > 3 gr/liter
g) Nyeri epigastrium
h) Skotoma dan gangguan visus lain atau
nyeri frontal yang berat
i) Perdarahan retina
j)
Edema
pulmonum
5.
Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita
preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :
1) Perubahan anatomi patologik
a.Plasenta
Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta
normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium,
menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan konversi
mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada pre eklamsia dan
hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada
hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh darah dan stroma.
Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut
disertai necrotizing arteriopathi.
b.Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada
simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan
kecil. Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968)
menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa:
a.
kelainan
glomerulus;
b. hiperplasia sel-sel
jukstaglomerulus;
c. kelainan pada tubulus-tubulus henle;
d.
spasme
pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan
perubahan-perubahan sebagai berikut:
a) sel-sel diantara kapiler bertambah;
b) tampak dengan mikroskop biasa bahwa
membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi
ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh
bertambahnya matriks mesangial;
c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen
menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan
dalam kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah
dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi.
Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat,
tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan
vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan –
perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali
ada hubungannya dengan retensi garam dan air.
c.Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan
pembelahan tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada
pemerikaan mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi
lobules, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena
porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat
ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada
hubungan langsung antara berat penyakit dan luas perubahan hati.
d.Otak
Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema
dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.
e. Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah
spasmus pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus.
Vena tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema
pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi
komplikasi ini prognosisnya baik karena retina akan melekat lagi beberapa
minggu post partum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia,
biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.
f.Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan
perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang
ditemukan abses paru – paru.
g.Jantung
Pada sebagian besar
penderita yang mati karena eklamsi jantung biasanya mengalami perubahan
degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy
swelling serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan (1958) menggambarkan pendarahan
subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua
pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah
timbulnya penyakit.
h.Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa
pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.
6.
Faktor resiko pre eklamsia
Menurut
Chapman Vicky (2006), factor resiko pre eklamsia :
1) Pre eklamsia 10 kali lebih sering
terjadi pada primigravida
2) Kehamialn ganda memiliki resiko
lebih dari 2 kali lipat
3) Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh
> 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.
4) Riwayat hipertensi
5) Diabetes
6) Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko
kekambuhan)
Menurut
Bobak (2004), factor resiko pre eklamsia :
1) Primi gravid, multi para (Mitayani,
2009)
2) Usia < 20 atau > 35 tahun
3) Obesitas
4) Diabetes militus
5) Hipertensi sebelumnya
6) Kehamilan mola
7) Kehamilan ganda
8) Polihidramnion
9) Pre eklamsia pada kehamilan
sebelumnya
7. Penanganan
Penanganan Preeklamsia ringan menurut Rukiyah
(2010), dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
1.Pre Eklamsia Ringan
a)
Penatalaksanaan
rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak
istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah
karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet phenobarbital
3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter);
roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium: hemoglobin,
hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi
ginjal.
b) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien
preeklamsi ringan berdasarkan kriteria : setelah duan minggu pengobatan rawat
jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia;
kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2
minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklamsia
berat.
Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada
perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika
dalam perawatan dirumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan
kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru
dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
Perawatan
obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
a) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
: bila desakan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu
sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama
perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau
lebih.
b) Kehamilan aterm (37 minggu atau
lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tanggal taksiran persalinan
c) Cara persalinan: Persalinan dapat
dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala II.
2.Pre eklamsia Berat
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi
:
1). Perawatan
aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medicinal;
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap
dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
1) Perawatan aktif, sedapat
mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
fetal assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi
(USG) dengan indikasi salah satu atau lebih yakni :
a) Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau
lebih, adanya tanda – tanda impending eklamsia, kegagalan terapi konserfatif
yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan tekanan darah
atau setelah 24 jam perawatan medicinal, ada gejala – gejala status quo (tidak
ada perbaikan)
b) Janin: Hasil fetal assasemen jelek
(NST dan USG) adanya tanda IUGR
c) Hasil laboratorium: Adanya HELLP
syndrome
2)
Pengobatan
medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi dokter yaitu segera masuk
RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi
dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc berikan antasida : diet cukup protein,
rendah karbohidrat lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4 diuretikum
tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah
jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3)
Antihapertensi
diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg (diastol lebih 110 mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105
mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan menurunkan perfusi plasenta dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4) Bila dibutuhkan penurunan tekanan
darah secepatnya diberikan obat–obat antihipertensi parenteral (tetesan
kontinyu) catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau pres disesuaikan dengan tekanan darah.
5) Bila tidak tersedia antihipertensi
parenteral dapat di berikan tablet anti hipertensi secara sublingual diulang
selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka
obat yang sama mulai diberikan secara oral.
6) Pengobatan jantung jika ada
indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah jantung diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
7) Lain – lain : Konsul penyakit
dalam/jantung, mata, obat – obat anti piretik diberikan bila suhu rectal 38,5ºC
dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc
IM, antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/
IV/hari, anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus dapat diberikan petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat lambatnya 2
jam sebelum janin lahir.
8.
Penatalaksanaan
Menurut Winkjasastro Hanif (2006), Pengobatan hanya
dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre eklamsia dan faktor –
faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya belum diketahui, tujuan
penanganan ialah :
1) Mencegah terjadinya pre eklamsia
berat dan eklamsia
2) Melahirkan janin hidup
3) Melahirkan janin dengan trauma
sekecil – kecilnya
Menurut
Cuningham (2005), Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan
penyulit preeklamsia adalah :
1) Terminasi kehamilan dengan trauma
sekecil mungkin bagi ibu dan janinya.
2) Lahirnya bayi yang kemudian dapat
berkembang.
3) Pemulihan sempurna kesehatan ibu
Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita
menjelang atau sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi
persalinan. Dengan demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli
obstetri agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama kehamilan dengan
penyulit hipertensi, adalah kepastian usia janin
9.
Pencegahan
Pada umumnya
timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi. Usaha –
usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia adalah :
1. Meningkatkan jumlah balai
pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan
diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan
tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya segera bila ditemukan
3.
Mengakhiri
kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat
tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
- Adsence. 2012. http://www.jurnalskripsi.net/hubungan-paritas-dan-usia-ibu-dengan-kejadian-pre-eklampsia-berat-peb/2012/4873/ (Diakses tanggal 06 April 2012 )
- Angsar, 2008 http://www.google.com (Diakses tanggal 06 April 2012)
- Arikunto, Suharsini.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Rineka Cipta
- Bobak, Lowdermik, jansen. 2004. Buku Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
- Boyle, Maureen. 2007. Buku Saku Bidan Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC
- http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/06/pre-eklamsi-kehamilan.html